Hari Keempat Series Seminar DGB UI: Pemimpin Harus Pakai Pendekatan Kemanusiaan

Guru Besar Sastra UI, Prof. Riris K. Toha-Sarumpaet, M.Sc., Ph.D terkesan mendengar pemaparan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dalam acara Seminar Dewan Guru Besar UI. Tri Rismaharini dianggap berhasil memimpin Surabaya di segala sektor dengan melakukan pendekatan kemanusiaan. Pakar komunikasi politik UI Effendi Ghazali juga mengakui sosok wali kota yang bersahaja itu adalah contoh nyata pemimpin layak dijadikan inspiring leader.

Riris tak malu mengakui dirinya menangis saat mendengar Risma menceritakan kiprahnya memimpin Surabaya. Sebagai akademisi, Riris merasa malu karena hanya bisa ‘omong doang’, namun tidak melakukan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi banyak orang. “Saya melihat pendekatan Ibu Risma, adalah pendekatan kemanusiaan, dan itulah yang seharusnya dilakukan negara. Beliau memimpin tanpa ada kepentingan dan dengan segala kerendahan hatinya,” ungkap Riris dalam seminar yang digelar Jumat (29/11/2013) di Aula Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat.

Nama Wali Kota Surabaya ini disebut-sebut sebagai salah satu calon pemimpin masa depan. Itu tak lain berkat keberhasilannya menjadikan Kota Surabaya seperti sekarang. Bahkan, nama Risma juga muncul dalam sejumlah survei. Ketika Guru Besar UI Biran Affandi mengatakan Risma layak dicalonkan sebagai Presiden, alumni Arsitekur ITS itu menjawab bijak. ” Saya percaya mengabdi itu tidak boleh diminta, karena jabatan itu amanah. Dia harus turun dari Tuhan karena itu saya tidak pernah bermimpi dan pengin menjadi sesuatu yang lain. Amanah saya saat ini hanya jadi walikota Surabaya jadi itu yang dijalani,” kata Risma menanggapi.

Meskipun berlatar belakang pendidikan teknik arsitektur, Risma justru memakai pendekatan sosial kemanusiaan selama memimpin. Ia berhasil mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat mulai dari kemiskinan, kesehatan, pertanian perkebuan, pendidikan hingga transportasi. Di bidang pendidikan, Risma membebaskan biaya sekolah dari tingkat paud hingga menengah atas. Pemerintah Surabaya juga menyediakan makan sehari tiga kali bagi anak yatim, orang cacat dan lansia. “Pengelolaan uang itu, kalau sebenarnya dikelola dengan baik pasti cukup,” ujarnya.

Risma memberdayakan warga dari keluarga miskin untuk dilatih (training) sesuai kemampuan, agar memiliki keterampilan. Ia menerapkan program pahlawan ekonomi untuk ibu-ibu miskin. “Mereka bisa karena mereka punya harga diri. Bukan karena miskin, mereka nggak bisa,” ujar Risma.

Sementara untuk petani dan nelayan, Risma memiliki program urban farming agar profesi tersebut mendapat perhatian. Pemerintah membeli perahu senilai satu milyar, dan juga membantu menangani masalah pertanian. Saat harga garam naik, usaha Risma terasa hasilnya bagi masyarakat. Surabaya menjadi kota dengan inflasi terendah di Jawa Timur karena saat kondisi harga sembako naik, pemerintah bantu menggelontorkan sembako.

Riris memuji usaha Risma dalam memberdayakan setiap warga di Surabaya. Baginya, Risma telah memberikan hidupnya untuk begitu banyak orang dan menyemangati orang yang sudah merasa tidak punya harga diri. “Kalau orang merasa hidupnya bermakna, maka orang itu punya jati diri. Mereka jadi punya inovasi, itulah sebetulnya sumber budaya, kebudayaan kehidupan yang bermakna. Kita harus bantu pemimpin yang seperti ini,” terang guru besar tetap di Fakultas Ilmu Budaya UI itu.

Tri Rismaharini adalah perempuan pertama yang diundang dalam seminar guru besar. Seminar ini menghadirkan belasan tokoh nasional yang bicara seputar tema ‘Indonesia Menjawab Tantangan: Kepemimpinan Menjadi Bangsa Pemenang’. Dewan Guru Besar UI, Biran Affandi mengatakan seminar itu bertujuan mereview secara komprehensif keberadaan negara dan bangsa Indonesia, menganalisa situasi yang dihadapi, membuat garis strategi menjawab tantangan yang dihadapi serta menyusun program yang menindaklanjuti. (DPN)

Related Posts